Monday, March 14, 2016

Makalah Peran Dakwah Islamisasi di Indonesia

1:02:00 AM // by Rahmat //



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Berbicara tentang pendidikan tentu sebaiknya dimulai dari membicarakan apa sebetulnya esensi pendidikan tersebut. Dipandang dari sudut defenisi pendidikan yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan, dari sekian banyak itu dapat diambil kesimpulan bahwa hakikat pendidikan itu adalah proses pembentukan manusia kearah yang dicita-citakan. Dengan demikian pendidikan Islam, proses pembentukan manusia sesuai dengan tuntunan Islam. Didalam teori pendidikan dikemukakkan paling tidak ada tiga hal yang ditransferkan dari si pendidik kepada si terdidik, yaitu transfer ilmu, transfer nilai dan transfer perbuatan (transfer knowledge, transfer of value, transfer of skill) didalam proses pentransferan inilah
berlangsungnya pendidikan. Adanya penekanan makna yang berbeda dari masing-masing Istilah, menunjukan bahwa pendidikan dalam perspektif Islam tersebut mengandung makna yang luas dan mendalam. Begitu dalam dan luasnya makna pendidikan Islam, maka para tokoh pendidikan Islam memberikan defenisi yang beragam dalam memberikan dan menggambarkan keluasan makna tersebut.

B.       Rumusan Masalah
  1. Bagaimana proses saluran Islamisasi di Indonesia?
  2. Bagaimana peran pendidikan proses Islamisasi di Indonesia?

C.    Tujuan
·      Dapat mengetahui peran dakwah dalam proses Islamisasi di Indonesia.





BAB II
PEMBAHASAN

A.                PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM
Islam merupakan proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal didunia dan memetik hasilnya diakhirat. dari pengertian ini langgulung memahami bahwa pendidikan Islam merupakan proses pemindahan nilai-nilai budaya (Tranfer of Culture) dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Makna disini tentunya bersumber dari Al quran, Hadis, dan Ijtihad. Nilai-nilai Islam tersebut ditransfer melalui pendidikan Islam agar dapat diteruskan dari satu generasi kegenerasi selanjutnya, sehingga ajaran Islam tersebut dapat diterapkan secara holistic dan berkesinambungan ditengah-tengah masyarakat. Ahmad Marimba, menyebutkan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani, berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dari pengertian ini, Marimba juga memberikan penekanan terhadap ajaran Islam, baik berupa hukum-hukum maupun aturan yang diatur dalam Islam.
Lebih teknis lagi, menurut Endang Syaifuddin Anshori, pendidikan Islam adalah proses bimbingan (pimpinan, tuntunan, usulan) oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, dll) dan raga objek didik dengan bahan-bahan materi tertentu dengan alat perlengkapan yang ada kearah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam. Muhammad Athiyah al-Abrasy sebagaimana dikutip Zainuddin dan Mohd. Nasir berpendapat bahwa pendidikan Islam merupakan upaya mempersiapkan manusia agar hidup dengan sempurna dan bahagia mencintai tanah air, tegap jasmaniyah, sempurna akhlaknya, teratur fikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan atau tulisan. Sedangkan Zakiah Daradjat sebagaimana yang dikutip Zainuddin dan Mohd.Nasir, memberikan pengertian pendidikan Islam dalam pendekatan psikologis secara umum dan ringkas, yaitu pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian muslim.
Al-Syaibaniy sebagaimana yang dikutip Ramayulis dan Samsul Nizar, mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi diantara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat. Selanjutnya Muhammad Fadhil al-Jamaly juga mendefenisikan pendidikan Islam sebagai upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan, maupun perbuatannya. Kemudian Ahmad Tafsir mendefenisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.
Beberapa pengertian diatas menunjukkan bahwa pendidikan Islam adalah bagian tidak terpisahkan dari ajaran Islam itu sendiri. Hal-hal yang menjadi ajaran Islam akan diimplementasikan melalui pendidikan. Misalnya, jika dalam ajaran Islam disebutkan bahwa manusia baik didunia maupun diakhirat, maka “pendidikan” berperan sebagai wadah untuk menginternalisasikan dan mengembangkan ajaran Islam tersebut dalam kehidupan manusia baik secara individu maupun kelompok masyarakat yang lebih luas. Kemudian karena Islam mengkaji dan memandang manusia secara utuh, maka pendidikan Islam pun berupaya untuk mengembangkan potensi manusia secara utuh (baik jasmaniyah maupun rohaniyah), sehingga melahirkan muslim kaffah , yaitu seorang Muslim yang mengamalkan ajaran Islam secara utuh sesuai dengan kadar kemampuannya.

B.                 SALURAN PROSES ISLAMISASI DI INDONESIA.
Ada beberapa saluran proses Islamisasi di Indonesia, yaitu perdagangan, perkawinan, kesenian, tasawuf dan pendidikan, namun pembahasan dalam makalah ini akan dititik beratkan pada peranan pendidikan dalam proses Islamisasi di Indonesia, dibawah ini akan diuraikan secara singkat saluran proses Islamisasi di Indonesia.

a.      Jalur/Saluran Perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan saluran Islamisasi melalui perdagangan ini di pesisir Pulau Jawa, Uka Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedagang Muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang penduduknya ketika itu masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat, penguasa-penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati yang ditempatkan di pesisir utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan hanya karena faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi terutama karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim.

b.      Jalur/Saluran Perkawinan.
Dari sudut ekonomi, para pedagnang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya, timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Nyai Kawunganten, Brawijaya dengan putri Campa yang menurunkan Raden Patah (raja pertama Demak) dan lain-lain.

c.       Jalur/Saluran Kesenian dan Budaya.
Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat , babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir. Penyebaran islam di Indonesia juga melibatkan seni budaya yang lain, misalnya seni bangunan pada mesjid, seni pahat, seni musik, tari dan seni sastra. Dalam seni bangunan masjid, banyak ukir-ukiran masih menunjukkan motif budaya Hindu Budha. Kita bisa menyaksikan di Mesjid Agung Kesepuhan Cirebon , Mesjid Demak, Mesjid Menara Kudus. Dalam seni budaya kita bisa lihat atau jumpai dalam perayaan Grebek agung di keraton Surakarta serta Jogjakarta dan cirebon.

d.      Jalur/Saluran Tasawuf.
Para sufi mengajarkan tasawuf yang diramu dengan ajaran yang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia. Seorang sufi biasa dikenal dengan gaya hidup yang penuh kesederhanaan. Seorang sufi biasa menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup bersama di tengah-tengah masyarakat. Para sufi terbiasa membantu masyarakat, diantara mereka ada yang ahli dalam menyembuhkan penyakit. Selain itu juga aktif menyiarkan dan mengajarkan ajaran Islam. Diantara para sufi itu yang melakukan islamisasi dengan pendekatan tasawuf adalah Hamzah Fansuri dari Aceh dan Ki Ageng Pengging di Jawa.

e.       Jalur/Saluran Pendidikan.
Jalur pendidikan merupakan media yang efektif dalam proses Islamisasi di Indonesia. Islamisasi bentuk ini dilakukan melalui pendidikan pesantren oleh para guru agama, kiyai dan ulama. Setelah santri selesai belajar, mereka kembali ke masyarakat untuk ikut membantu menyebarkan Islam, bahkan banyak diantara para santri itu kemudian mendirikan dan memiliki pondok pesantren sendiri. Tujuan pendidikan di pondok pesantren adalah untuk mempermudah penyebaran dan pemahaman agama Islam. Beberapa contoh pesantren perintis penyebaran Islam seperti pesantren yang didirikan oleh Raden Rakhmat di Ample Denta-Surabaya, Pesantren Sunan Giri di Giri. Santri yang belajar di pesantren tersebut bukan hanya berasal dari lingkungan sekitar, akan tetapi banyak yang datang dari jauh bahkan dari luar pulau jawa semisal Kalimantan, Maluku, Makasar dan Sumatera.

C.      PERANAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM PROSES ISLAMISASI DI INDONESIA.
Pendidikan Islam di Indonesia yang pada mulanya dilaksanakan secara informal, yang pelaksanaannya menitikberatkan kepada terjadinya hubungan dan kontak-kontak pribadi antara mubaligh dengan masyarakat sekitar; pada waktu terjadinya hubungan antar “pemberi” dan “penerima” tersebut terjadilah proses pendidikan. Kemudian setelah masyarakat muslim terbentuk pendidikan Islam semakin intensif dilaksanakan dimasjid-masjid atau langgar dalam bentuk pendidikan nonformal. Seterusnya semakin intensif lagi pelaksanaannya setelah terbentuk lembaga-lembaga pendidikan formal, seperti pesantren, dayah, maktab dan setelah abad ke-20 muncullah madrasah dan perguruan tinggi Islam. Keseluruhan lembaga-lembaga pendidikan itu memberi sumbangan besar bagi proses Islamisasi di Indonesia. Sumbangan lembaga-lembaga pendidikan Islam itu bagi proses Islamisasi dapat dilihat dari produk (output) lembaga-lembaga tersebut menghasilkan manusia-manusia terdidik menjadi ulama-ulama atau kiai-kiai muda yang dengan kiprah mereka ditengah-tengah masyarakat melaksanakan Islamisasi, baik lewat jalur pendidikan maupun dakwah Islamiyah, sehingga Islam dengan cepat tersebar diseluruh Nusantara sebagai hasil dari usaha yang mereka lakukan. Peranan Kerajaan Islam juga memiliki peran yang sangat signifikan bagi proses islamisasi di Indonesia ini dapat dilihat dari bagaimana perhatian yang cukup tinggi dari Sultan Agung pada masa pemerintahannya dalam bidang pendidikan pada zaman itu tingkatan-tingkatan Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dibagi dengan beberapa tingkatan :
·                Tingkatan Pengajian Alquran, tingkatan ini terdapat pada setiap desa, yang diajarkan meliputi huruf hijaiyah, membaca Alquran, barzanji, rukun Islam, rukun Iman.
·                Tingkat Pengajian Kitab, para santri yang belajar pada tingkat ini ialah mereka yang telah khatam Alquran. Tempat belajar biasanya diserambi masjid dan mereka umumnya mondok. Guru yang mengajar disini diberi gelar Kiai Anom, kitab yang mula-mula dipelajari adalah kitab-kitab 6 bis, yaitu sebuah kitab yang berisi 6 kitab dengan 6 Bismillahirrahmanirrahim, Matan Taqrib, dan Bidayatul Hidayah karya Imam Ghazali.
·                Tingkat Pesantren Besar, tingkat ini didirikan didaerah kabupaten sebagai lanjutan dari pesantren desa. Kitab-kitab yang diajarkan disini adalah kitab-kitab besar dalam bahasa Arab, lalu diterjemahkan kedalam bahasa daerah. Cabang-cabang Ilmu yang diajarkan adalah fikih, tafsir, hadis, ilmu kalam, tasawuf, dan sebagainya. 4). Pondok Pesantren tingkat keahlian (Takhassus), ilmu yang dipelajari pada tingkat ini adalah satu cabang ilmu dengan secara mendalam.



BAB III
PENUTUP

A.           KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Peranan Pendidikan Islam dalam Proses Islamisasi di Indonesia sangat tinggi dan merupakan kunci utama dalam proses islamisasi yang efektif di Indonesia, sebab aktivitas para pedagang dan mubaligh saat itu dapat digolongkan sebagai aktivitas pendidikan, kenapa demikian, pertama jika dilihat dari proses pemberi dan penerima. Dalam hal ini pedagang dan atau mubaligh sebagai pemberi, sedangkan masyarakat penduduk pribumi dijadikan objek sebagai penerima, yang kedua, tujuan baik, aktivitas pedagang atau mubaligh mengandung unsure tujuan baik. Ajaran Islam yang disampaikan jelas mengandung tujuan baik, mencakup tujuan keilmuan (mencerdaskan), tujuan keimanan (keyakinan), tujuan pengabdian (ibadah), dan tujuan akhlak (moral). Dengan demikian pendidikan Islam telah memainkan peranannya dalam proses Islamisasi di Indonesia.

B.                 SARAN
Diperlukannya proses pembelajaran untuk lebih mengenal bagaimana pendidikan dakwah dalam proses Islamisasi di Indonesia.