BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Berbicara tentang pendidikan tentu sebaiknya dimulai dari
membicarakan apa sebetulnya esensi pendidikan tersebut. Dipandang dari sudut
defenisi pendidikan yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan, dari sekian
banyak itu dapat diambil kesimpulan bahwa hakikat pendidikan itu adalah proses
pembentukan manusia kearah yang dicita-citakan. Dengan demikian pendidikan
Islam, proses pembentukan manusia sesuai dengan tuntunan Islam. Didalam teori
pendidikan dikemukakkan paling tidak ada tiga hal yang ditransferkan dari si
pendidik kepada si terdidik, yaitu transfer ilmu, transfer nilai dan transfer
perbuatan (transfer knowledge, transfer of value, transfer of skill) didalam
proses pentransferan inilah
berlangsungnya pendidikan. Adanya penekanan makna yang
berbeda dari masing-masing Istilah, menunjukan bahwa pendidikan dalam
perspektif Islam tersebut mengandung makna yang luas dan mendalam. Begitu dalam
dan luasnya makna pendidikan Islam, maka para tokoh pendidikan Islam memberikan
defenisi yang beragam dalam memberikan dan menggambarkan keluasan makna
tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
- Bagaimana proses saluran Islamisasi di Indonesia?
- Bagaimana peran pendidikan proses Islamisasi di Indonesia?
C.
Tujuan
· Dapat mengetahui peran dakwah dalam
proses Islamisasi di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
PENDIDIKAN ISLAM
Islam merupakan proses penyiapan generasi muda untuk mengisi
peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan
fungsi manusia untuk beramal didunia dan memetik hasilnya diakhirat. dari
pengertian ini langgulung memahami bahwa pendidikan Islam merupakan proses
pemindahan nilai-nilai budaya (Tranfer of Culture) dari suatu generasi ke
generasi berikutnya. Makna disini tentunya bersumber dari Al quran, Hadis, dan
Ijtihad. Nilai-nilai Islam tersebut ditransfer melalui pendidikan Islam agar
dapat diteruskan dari satu generasi kegenerasi selanjutnya, sehingga ajaran
Islam tersebut dapat diterapkan secara holistic dan berkesinambungan ditengah-tengah
masyarakat. Ahmad Marimba, menyebutkan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan
jasmani dan rohani, berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dari pengertian
ini, Marimba juga memberikan penekanan terhadap ajaran Islam, baik berupa
hukum-hukum maupun aturan yang diatur dalam Islam.
Lebih teknis lagi, menurut Endang Syaifuddin Anshori,
pendidikan Islam adalah proses bimbingan (pimpinan, tuntunan, usulan) oleh
subjek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi,
dll) dan raga objek didik dengan bahan-bahan materi tertentu dengan alat
perlengkapan yang ada kearah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi
sesuai dengan ajaran Islam. Muhammad Athiyah al-Abrasy sebagaimana dikutip
Zainuddin dan Mohd. Nasir berpendapat bahwa pendidikan Islam merupakan upaya
mempersiapkan manusia agar hidup dengan sempurna dan bahagia mencintai tanah
air, tegap jasmaniyah, sempurna akhlaknya, teratur fikirannya, halus
perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan
atau tulisan. Sedangkan Zakiah Daradjat sebagaimana yang dikutip Zainuddin dan Mohd.Nasir, memberikan pengertian pendidikan
Islam dalam pendekatan psikologis secara umum dan ringkas, yaitu pendidikan
Islam adalah pembentukan kepribadian muslim.
Al-Syaibaniy sebagaimana yang dikutip Ramayulis dan Samsul
Nizar, mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku
individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya.
Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu
aktivitas asasi dan profesi diantara sekian banyak profesi asasi dalam
masyarakat. Selanjutnya Muhammad Fadhil al-Jamaly juga mendefenisikan
pendidikan Islam sebagai upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak peserta
didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan
kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi
peserta didik yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal,
perasaan, maupun perbuatannya. Kemudian Ahmad Tafsir mendefenisikan pendidikan
Islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara
maksimal sesuai dengan ajaran Islam.
Beberapa pengertian diatas menunjukkan bahwa pendidikan Islam
adalah bagian tidak terpisahkan dari ajaran Islam itu sendiri. Hal-hal yang
menjadi ajaran Islam akan diimplementasikan melalui pendidikan. Misalnya, jika
dalam ajaran Islam disebutkan bahwa manusia baik didunia maupun diakhirat, maka
“pendidikan” berperan sebagai wadah untuk menginternalisasikan dan
mengembangkan ajaran Islam tersebut dalam kehidupan manusia baik secara
individu maupun kelompok masyarakat yang lebih luas. Kemudian karena Islam
mengkaji dan memandang manusia secara utuh, maka pendidikan Islam pun berupaya
untuk mengembangkan potensi manusia secara utuh (baik jasmaniyah maupun
rohaniyah), sehingga melahirkan muslim kaffah , yaitu seorang Muslim yang
mengamalkan ajaran Islam secara utuh sesuai dengan kadar kemampuannya.
B.
SALURAN
PROSES ISLAMISASI DI INDONESIA.
Ada beberapa saluran proses Islamisasi di Indonesia, yaitu
perdagangan, perkawinan, kesenian, tasawuf dan pendidikan, namun pembahasan
dalam makalah ini akan dititik beratkan pada peranan pendidikan dalam proses
Islamisasi di Indonesia, dibawah ini akan diuraikan secara singkat saluran
proses Islamisasi di Indonesia.
a.
Jalur/Saluran
Perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran islamisasi adalah perdagangan.
Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. membuat
pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam
perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan Timur Benua Asia.
Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para
raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka
menjadi pemilik kapal dan saham. Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan
saluran Islamisasi melalui perdagangan ini di pesisir Pulau Jawa, Uka
Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedagang Muslim banyak yang bermukim di
pesisir pulau Jawa yang penduduknya ketika itu masih kafir. Mereka berhasil
mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga
jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang
Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat, penguasa-penguasa Jawa, yang menjabat
sebagai bupati-bupati yang ditempatkan di pesisir utara Jawa banyak yang masuk
Islam, bukan hanya karena faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi
terutama karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim.
b.
Jalur/Saluran
Perkawinan.
Dari sudut ekonomi, para pedagnang Muslim memiliki status
sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi,
terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar
itu. Sebelum kawin, mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai
keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya, timbul kampung-kampung,
daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, ada
pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah
yang terakhir ini masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih
menguntungkan apabila terjadi antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau
anak raja dan anak adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu kemudian
turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden
Rahmat atau Sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Nyai
Kawunganten, Brawijaya dengan putri Campa yang menurunkan Raden Patah (raja
pertama Demak) dan lain-lain.
c.
Jalur/Saluran
Kesenian dan Budaya.
Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal
adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling
mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan,
tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat
syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabharata
dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama
pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat Islamisasi, seperti
sastra (hikayat , babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.
Penyebaran islam di Indonesia juga melibatkan seni budaya yang lain, misalnya
seni bangunan pada mesjid, seni pahat, seni musik, tari dan seni sastra. Dalam
seni bangunan masjid, banyak ukir-ukiran masih menunjukkan motif budaya Hindu
Budha. Kita bisa menyaksikan di Mesjid Agung Kesepuhan Cirebon , Mesjid Demak,
Mesjid Menara Kudus. Dalam seni budaya kita bisa lihat atau jumpai dalam
perayaan Grebek agung di keraton Surakarta serta Jogjakarta dan cirebon.
d.
Jalur/Saluran
Tasawuf.
Para sufi mengajarkan tasawuf yang diramu dengan ajaran yang
sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia. Seorang sufi biasa dikenal dengan gaya
hidup yang penuh kesederhanaan. Seorang sufi biasa menghayati kehidupan
masyarakatnya dan hidup bersama di tengah-tengah masyarakat. Para sufi terbiasa
membantu masyarakat, diantara mereka ada yang ahli dalam menyembuhkan penyakit.
Selain itu juga aktif menyiarkan dan mengajarkan ajaran Islam. Diantara para
sufi itu yang melakukan islamisasi dengan pendekatan tasawuf adalah Hamzah
Fansuri dari Aceh dan Ki Ageng Pengging di Jawa.
e.
Jalur/Saluran
Pendidikan.
Jalur pendidikan merupakan media yang efektif dalam proses
Islamisasi di Indonesia. Islamisasi bentuk ini dilakukan melalui pendidikan
pesantren oleh para guru agama, kiyai dan ulama. Setelah santri selesai
belajar, mereka kembali ke masyarakat untuk ikut membantu menyebarkan Islam,
bahkan banyak diantara para santri itu kemudian mendirikan dan memiliki pondok
pesantren sendiri. Tujuan pendidikan di pondok pesantren adalah untuk
mempermudah penyebaran dan pemahaman agama Islam. Beberapa contoh pesantren
perintis penyebaran Islam seperti pesantren yang didirikan oleh Raden Rakhmat
di Ample Denta-Surabaya, Pesantren Sunan Giri di Giri. Santri yang belajar di
pesantren tersebut bukan hanya berasal dari lingkungan sekitar, akan tetapi
banyak yang datang dari jauh bahkan dari luar pulau jawa semisal Kalimantan,
Maluku, Makasar dan Sumatera.
C.
PERANAN
PENDIDIKAN ISLAM DALAM PROSES ISLAMISASI DI INDONESIA.
Pendidikan Islam di Indonesia yang pada mulanya dilaksanakan
secara informal, yang pelaksanaannya menitikberatkan kepada terjadinya hubungan
dan kontak-kontak pribadi antara mubaligh dengan masyarakat sekitar; pada waktu
terjadinya hubungan antar “pemberi” dan “penerima” tersebut terjadilah proses
pendidikan. Kemudian setelah masyarakat muslim terbentuk pendidikan Islam
semakin intensif dilaksanakan dimasjid-masjid atau langgar dalam bentuk
pendidikan nonformal. Seterusnya semakin intensif lagi pelaksanaannya setelah
terbentuk lembaga-lembaga pendidikan formal, seperti pesantren, dayah, maktab
dan setelah abad ke-20 muncullah madrasah dan perguruan tinggi Islam.
Keseluruhan lembaga-lembaga pendidikan itu memberi sumbangan besar bagi proses
Islamisasi di Indonesia. Sumbangan lembaga-lembaga pendidikan Islam itu bagi
proses Islamisasi dapat dilihat dari produk (output) lembaga-lembaga tersebut
menghasilkan manusia-manusia terdidik menjadi ulama-ulama atau kiai-kiai muda
yang dengan kiprah mereka ditengah-tengah masyarakat melaksanakan Islamisasi,
baik lewat jalur pendidikan maupun dakwah Islamiyah, sehingga Islam dengan
cepat tersebar diseluruh Nusantara sebagai hasil dari usaha yang mereka
lakukan. Peranan Kerajaan Islam juga memiliki peran yang sangat signifikan bagi
proses islamisasi di Indonesia ini dapat dilihat dari bagaimana perhatian yang
cukup tinggi dari Sultan Agung pada masa pemerintahannya dalam bidang
pendidikan pada zaman itu tingkatan-tingkatan Pesantren sebagai lembaga
pendidikan Islam dibagi dengan beberapa tingkatan :
·
Tingkatan Pengajian Alquran, tingkatan ini
terdapat pada setiap desa, yang diajarkan meliputi huruf hijaiyah, membaca
Alquran, barzanji, rukun Islam, rukun Iman.
·
Tingkat Pengajian Kitab, para santri yang
belajar pada tingkat ini ialah mereka yang telah khatam Alquran. Tempat belajar
biasanya diserambi masjid dan mereka umumnya mondok. Guru yang mengajar disini
diberi gelar Kiai Anom, kitab yang mula-mula dipelajari adalah kitab-kitab 6
bis, yaitu sebuah kitab yang berisi 6 kitab dengan 6 Bismillahirrahmanirrahim,
Matan Taqrib, dan Bidayatul Hidayah karya Imam Ghazali.
·
Tingkat Pesantren Besar, tingkat ini didirikan
didaerah kabupaten sebagai lanjutan dari pesantren desa. Kitab-kitab yang
diajarkan disini adalah kitab-kitab besar dalam bahasa Arab, lalu diterjemahkan
kedalam bahasa daerah. Cabang-cabang Ilmu yang diajarkan adalah fikih, tafsir,
hadis, ilmu kalam, tasawuf, dan sebagainya. 4). Pondok Pesantren tingkat
keahlian (Takhassus), ilmu yang dipelajari pada tingkat ini adalah satu cabang
ilmu dengan secara mendalam.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Peranan
Pendidikan Islam dalam Proses Islamisasi di Indonesia sangat tinggi dan
merupakan kunci utama dalam proses islamisasi yang efektif di Indonesia, sebab
aktivitas para pedagang dan mubaligh saat itu dapat digolongkan sebagai
aktivitas pendidikan, kenapa demikian, pertama jika dilihat dari proses pemberi
dan penerima. Dalam hal ini pedagang dan atau mubaligh sebagai pemberi,
sedangkan masyarakat penduduk pribumi dijadikan objek sebagai penerima, yang
kedua, tujuan baik, aktivitas pedagang atau mubaligh mengandung unsure tujuan
baik. Ajaran Islam yang disampaikan jelas mengandung tujuan baik, mencakup
tujuan keilmuan (mencerdaskan), tujuan keimanan (keyakinan), tujuan pengabdian
(ibadah), dan tujuan akhlak (moral). Dengan demikian pendidikan Islam telah memainkan
peranannya dalam proses Islamisasi di Indonesia.
B.
SARAN
Diperlukannya proses
pembelajaran untuk lebih mengenal bagaimana pendidikan dakwah dalam proses Islamisasi
di Indonesia.