Kritik Karya Seni Rupa
A. Pengertian Kritik Seni
Kritik seni merupakan kegiatan
menanggapi karya seni untuk menunjukkan kelebihan dan kekurangan suatu karya
seni. Keterangan mengenai kelebihan dan kekurangan ini dipergunakan dalam
berbagai aspek, terutama sebagai bahan untuk menunjukkan kualitas dari sebuah
karya. Para ahli seni umumnya beranggapan bahwa kegiatan kritik dimulai dari
kebutuhan untuk memahami kemudian beranjak kepada kebutuhan memperoleh
kesenangan dari kegiatan memperbincangkan berbagai hal yang berkaitan dengan
karya seni tersebut. Sejalan dengan perkembangan pemikiran dan kebutuhan
masyarakat terhadap dunia seni, kegiatan kritik kemudian berkembang memenuhi
berbagai fungsi sosial lainnya. Kritik karya seni tidak hanya meningkatkan kualitas
pemahaman dan apresiasi terhadap sebuah karya seni, tetapi dipergunakan juga
sebagai standar untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil berkarya seni.
Tanggapan dan penilaian yang disampaikan oleh seorang kritikus ternama sangat
mempengaruhi persepsi penikmat terhadap kualitas sebuah karya seni bahkan dapat
mempengaruhi penilaian ekonomis (price) dari karya seni tersebut.
B. Jenis Kritik Seni
Kritik karya seni memiliki
perbedaan tujuan dan kualitas. Karena perbedaan tersebut, maka dijumpai beberapa
jenis karya seni seperti yang disampaikan oleh Feldman (1967) yaitu kritik
populer (popular criticism), kritik jurnalis (journalistic criticism),
kritik keilmuan (scholarly criticism). dan kritik pendidikan (pedagogical
criticism). Pemahaman terhadap keempat tipe kritik seni dapat mengantar
nalar kita untuk menentukan pola pikir dalam melakukan kritik seni. Setiap tipe
mempunyai ciri (kriteria), media (alat : bahasa), cara (metoda), sudut pandang,
sasaran, dan materi yang tidak sama. Keempat kritik tersebut memiliki fungsi
yang menekankan pada masing-masing keperluannya.
1. Kritik Populer, Kritik populer adalah jenis
kritik seni yang ditujukan untuk konsumsi massa/umum. Tanggapan yang
disampaikan melalui kritik jenis ini biasanya bersifat umum saja lebih kepada
pengenalan atau publikasi sebuah karya. Dalam tulisan kritik populer, umumnya
dipergunakan gaya bahasa dan istilah-istilah sederhana yang mudah dipahami oleh
orang awam.
2. Kritik Jurnalis, Kritik jurnalis adalah jenis
kritik seni yang hasil tanggapan atau penilaiannya disampaikan secara terbuka
kepada publik melaui media massa khususnya surat kabar. Kritk ini hampir sama
dengan kritik populer, tetapi ulasannya lebih dalam dan tajam. Kritik
jurnalistik sangat cepat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kualitas
dari sebuah karya seni, tertama karena sifat dari media massa dalam mengkomunikasikan
hasil tanggapannya.
3. Kritik Keilmuan, Kritik keilmuan merupakan jenis
kritik yang bersifat akademis dengan wawasan pengetahuan, kemampuan dan kepekaan
yang tinggi untuk menilai /menanggapi sebuah karya seni. Kritik jenis ini
umumnya disampaikan oleh seorang kritikus yang sudah teruji kepakarannya dalam
bidang seni, atau kegiatan kritik yang disampaikan mengikuti kaidah-kaidah atau
metodologi kritik secara akademis. Hasil tanggapan melalui kritik keilmuan
seringkali dijadikan referansi bagi para kolektor atau kurator institusi seni
seperti museum, galeri dan balai lelang.
4. Kritik Kependidikan, Kritik kependidikan merupakan
kegiatan kritik yang bertujuan mengangkat atau meningkatkan kepekaan artistik
serta estetika subjek belajar seni. Jenis kritik ini umumnya digunakan di
lembaga-lembaga pendidikan seni terutama untuk meningkatkan kualitas karya seni
yang dihasilkan peserta didiknya. Kritik jenis ini termasuk yang digunakan oleh
guru di sekolah umum dalam penyelenggaraan mata pelajaran pendidikan seni.
Selain jenis kritik yang
disampaikan oleh Feldman, berdasarkan titik tolak atau landasan yang digunakan,
dikenal pula beberapa bentuk kritik yaitu: kritik formalistik, kritik
ekspresivistik dan instrumentalistik :
1. Kritik Formalistik
Melalui pendekatan formalistik, kajian kritik terutama ditujukan
terhadap karya seni sebagai konfigurasi aspek-aspek formalnya atau berkaitan
dengan unsur-unsur pembentukannya. Pada sebuah karya lukisan, maka sasaran
kritik lebih tertuju kepada kualitas penyusunan (komposisi) unsur-unsur visual
seperti warna, garis, tekstur, dan sebagainya yang terdapat dalam karya
tersebut. Kritik formalistik berkaitan juga dengan kualitas teknik dan bahan
yang digunakan dalam berkarya seni.
2. Kritik Ekspresivistik
Melalui pendekatan ekspresivistik dalam kritik seni, kritikus
cenderung menilai dan menanggapi kualitas gagasan dan perasaan yang ingin
dikomunikasikan oleh seniman melalui sebuah karya seni. Kegiatan kritik ini
umumnya menanggapi kesesuaian atau keterkaitan antara judul, tema, isi dan
visualisasi objek-objek yang ditampilkan dalam sebuah karya.
3. Kritik Instrumentalistik
Melalui pendekatan instrumentalistik sebuah karya seni cenderung
dikritisi berdasarkan kemampuananya dalam upaya mencapai tujuan, moral,
religius, politik atau psikologi. Pendekatan kritik ini tidak terlalu
mempersoalkan kualitas formal dari sebuah karya seni tetapi lebih melihat aspek
konteksnya baik saat ini maupun masa lalu. Lukisan berjudul ”Penangkapan
Pangeran Diponegoro” karya Raden Saleh misalnya, dikritisi tidak saja
berdasarkan kualitas teknis (formal) nya saja tetapi keterkaitan antara objek,
isi, tema dan tujuan serta pesan moral yang ingin disampaikan pelukisnya atau
interpretasi pengamatnya terhadap konteks ketika karya tersebut dihadirkan.
C. Tahapan dalam Kritik Seni
Berdasarkan beberapa uraian
tentang pendekatan dalam kritik seni, dapat dirumuskan tahapan-tahapan kritik
secara umum sebagai berikut:
1. Deskripsi, Deskripsi adalah tahapan dalam
kritik untuk menemukan, mencatat dan mendeskripsikan segala sesuatu yang
dilihat apa adanya dan tidak berusaha melakukan analisis atau mengambil
kesimpulan. Agar dapat mendeskripsikan dengan baik, seorang pekritik harus
mengetahui istilah-istilah tehnis yang umum digunakan dalam dunia seni rupa.
Tanpa pengetahuan tersebut, maka pekritik akan kesulitan untuk mendeskripsikan
fenomena karya yang dilihatnya.
2. Analisis formal, Analisis formal adalah tahapan
dalam kritik karya seni untuk menelusuri sebuah karya seni berdasarkan struktur
formal atau unsur-unsur pembentuknya. Pada tahap ini seorang kritikus harus
memahami unsur-unsur seni rupa dan prinsip-prinsip penataan atau penempatannya
dalam sebuah karya seni.
3. Interpretasi, Interpretasi yaitu tahapan
penafsiran makna sebuah karya seni meliputi tema yang digarap, simbol yang
dihadirkan dan masalah-masalah yang dikedepankan. Penafsiran ini sangat terbuka
sifatnya, dipengaruhi sudut pandang dan wawasan pekritiknya. Semakin luas
wawasan seorang pekritik biasanya semakin kaya interpretasi karya yang
dikritisinya.
4. Evaluasi atau penilaian, Apabila tahap 1 sampai 3 ini
merupakan tahapan yang juga umum digunakan dalam apresiasi karya seni, maka
tahap ke 4 atau tahap evaluasi merupakan tahapan yang menjadi ciri dari kritik
karya seni. Evaluasi atau penilaian adalah tahapan dalam kritik untuk
menentukan kualitas suatu karya seni bila dibandingkan dengan karya lain yang
sejenis. Perbandingan dilakukan terhadap berbagai aspek yang terkait dengan
karya tersebut baik aspek formal maupun aspek konteks. Mengevalusi atau menilai
secara kritis dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
·
Mengkaitkan
sebanyak-banyaknya karya yang dinilai dengan karya yang sejenis
·
Menetapkan tujuan atau
fungsi karya yang ditelaah
·
Menetapkan sejauh mana karya
yang ditetapkan “menyimpang” dari yang telah ada sebelumnya.
d. Menelaah karya yang dimaksud dari segi kebutuhan khusus dan
segi pandang tertentu yang melatarbelakanginya.
Pada dasarnya kritik sudah sejak lama dilakukan oleh kita sebagai
manusia. Dalam keseharian, kita secara sengaja atau tidak sengaja sering
melontarkan kata, kalimat atau bahasa yang bersifat memberikan tanggapan,
komentar, penilaian terhadap suatu karya apapun. Mengapa demikian? Hal ini
sangat wajar, sebab manusia memiliki 4 (empat) kemampuan sebagai kapasitas
mental, yaitu :
·
Kemampuan absortif -
kemampuan mengamati
·
Kemampuan retentif -
kemampuan mengingat dan mereproduksi
·
Kemampuan reasoning -
kemampuan menganalisis dan memper-timbangkan
·
Kemampuan creative -
kemampuan berimajinasi, menafsirkan, dan menge-mukakan gagasan.
Dengan kemampuan reasoning dan creative, kita selalu
tergugah untuk melakukan kritik walaupun bukan atas dasar permintaan atau
kesengajaan. Kebiasaan melontarkan kritik kepada karya orang lain merupakan
dorongan kritis yang didasari oleh unsur karsa, cipta dan rasa dalam diri
seseorang sebagai manusia.
D. Fungsi Kritik
Kritik seni memiliki fungsi yang
sangat strategis dalam dunia kesenirupaan dan pendidikan seni rupa. Fungsi
kritik seni yang pertama dan utama ialah menjembatani persepsi dan apresiasi
artistik dan estetik karya seni rupa, antara pencipta (seniman, artis), karya,
dan penikmat seni. Komunikasi antara karya yang disajikan kepada penikmat
(publik) seni membuahkan interaksi timbal-balik dan interpenetrasi keduanya.
Fungsi lain ialah menjadi dua mata panah yang saling dibutuhkan, baik oleh
seniman maupun penikmat. Seniman membutuhkan mata panah tajam untuk mendeteksi
kelemahan, mengupas kedalaman, serta membangun kekurangan. Seniman memerlukan
umpan-balik guna merefleksi komunikasi-ekspresifnya, sehingga nilai dan
apresiasi tergambar dalam realita harapan idealismenya. Publik seni (masyarakat
penikmat) dalam proses apresiasinya terhadap karya seni membutuhkan tali
penghubung guna memberikan bantuan pemahaman terhadap realita artistik dan
estetik dalam karya seni. Proses apresiasi menjadi semakin terjalin lekat,
manakala kritik memberikan media komunikasi persepsi yang memadai. Kritik
dengan gaya bahasa lisan maupun tulisan yang berupaya mengupas, menganalisis
serta menciptakan sudut interpretasi karya seni, diharapkan memudahkan bagi
seniman dan penikmat untuk berkomunikasi melalui karya seni.
E. Kritikus Seni
Kritikus seni atau ialah orang
yang melakukan kritik terhadap karya seni orang lain atau dirinya sendiri (self-critic).
Idealnya seorang kritikus harus memiliki ketajaman dan sensibilitas indera,
pikiran dan perasaan. Ketajaman dan sensibilitas tersebut terintegrasi dalam
satu kapasitas reasoning dan creative, jika dilandasi :
1.
keilmuan
dan pengetahuan
yang relevan;
2.
pengalaman
yang memadai
dalam dunia pergaulan materi kritik ;
3.
menguasai
media kritik (kebahasaan yang efektif dan komunikatif);
4.
menguasai
aplikasi metoda kritik yang optimal.
Landasan keilmuan (dan
pengetahuan) yang relevan akan membantu pekritik dalam mengupas persoalan
kekaryaan seni rupa. Misalnya sejarah seni rupa (history of art) baik
perkembangan senirupa Barat (Western Art) maupun seni rupa Timur (Eastern
Art). Ilmu sejarah akan memberikan jalan wawasan tentang waktu (time)
dan ruang (space) kekaryaan seni rupa. Dengan mempelajari perkembangan
seni rupa di setiap pelosok dunia, maka luas bahan (scope) sebagai dasar
pemikiran dan acuan arah komparasi menjadi lebih terbuka. Selain sejarah seni
rupa, wawasan teori seni juga penting dimiliki oleh kritikus. Teori seni
meliputi ilmu seni, filsafat seni, unsur seni, antropologi seni, sosiologi
seni, tinjauan seni modern dan kontemporer, dan lain-lain. Keilmuan akan
memberi pijakan dan memperkokoh konstruksi kritik yang obyektif. Sehingga mata
pisau kritik
semakin akurat, dan memberi pula wawasan kepada publik seni dengan keyakinan
yang kuat. Seorang pekritik seni rupa tidak selalu harus seorang perupa, namun
ilmu kesenirupaan harus dimilikinya. Pengalaman dan pergaulan dalam mengamati,
menyelidiki, dan membandingkan kekaryaan seni rupa sebagai prasyarat yang tidak
bisa dilepaskan dari seorang pekritik seni rupa. Pengamatan terhadap
perkembangan seni rupa masa lalu (dari prasejarah ) hingga fenomena seni rupa
masa kini akan memberi warna yang serasi bagi karya kritik seni rupa. Begitupun
upaya menyelidiki dan membandingkan kekaryaan seni rupa antar berbagai
keberadaan seni rupa sangat membantu memperluas dan memperkaya cakrawala
kritik. Sering dijumpai seorang kritikus seni lukis, misalnya, yang mengupas
karya seni lukis, tetapi kupasannya memberikan gambaran yang keliru. Hal ini
umumnya disebabkan oleh faktor pengalaman, pengetahuan dan wawasan yang kurang
memadai. Tidak mungkin seseorang mengkritik lukisan, jika ia tidak mengetahui
medium lukis, proses melukis, dan sebagainya. Menggeluti dunia sasaran kritik
merupakan tugas seorang pekritik. Tidak hanya memahami kekaryaannya, pekritik
juga sebaiknya memahami pikiran, perasaan seniman penciptanya. Biografi dan
kehidupan seniman tidak lepas dari pengamatan pekritik. Media kritik yang utama
adalah bahasa. Bahasa pekritik harus efektif dan komunikatif, baik lisan maupun
tulisan. Bahasa yang efektif adalah bahasa yang mengacu pada aspek tata bahasa
yang baik dan benar, serta tepat guna, sesuai sasaran publik yang kita tuju.
Bahasa yang komunikatif adalah bahasa yang mudah dicerna oleh sasaran baca/dengar
(audiens), sesuai tingkat intelektualnya. Gaya bahasa kritikus
diselaraskan dengan tipe kritiknya. Gaya bahasa jurnalistik akan berbeda dengan
tipe akademik. gaya jurnalistik memiliki sasaran pembaca yang relatif meluas,
beraneka latar belekang ilmu dan tingkat intelektualnya. Sedangkan tipe
akademik memerlukan gaya yang lebih ilmiah, sebab sasaran pembaca/pendengarnya
adalah sekelompok orang akademisi.
Metoda kritik adalah serangkaian
prosedur (tata cara, etika) yang disesuaikan dengan tipe kritiknya. Misalnya,
metoda kritik jurnalistik menggunakan tata cara jurnalis. Begitupun metoda
kritik akademik menggunakan tata cara akademis yang dikembangkannya.
Kritik Karya Seni Rupa
A. Pengertian Kritik Seni
Kritik seni merupakan kegiatan
menanggapi karya seni untuk menunjukkan kelebihan dan kekurangan suatu karya
seni. Keterangan mengenai kelebihan dan kekurangan ini dipergunakan dalam
berbagai aspek, terutama sebagai bahan untuk menunjukkan kualitas dari sebuah
karya. Para ahli seni umumnya beranggapan bahwa kegiatan kritik dimulai dari
kebutuhan untuk memahami kemudian beranjak kepada kebutuhan memperoleh
kesenangan dari kegiatan memperbincangkan berbagai hal yang berkaitan dengan
karya seni tersebut. Sejalan dengan perkembangan pemikiran dan kebutuhan
masyarakat terhadap dunia seni, kegiatan kritik kemudian berkembang memenuhi
berbagai fungsi sosial lainnya. Kritik karya seni tidak hanya meningkatkan kualitas
pemahaman dan apresiasi terhadap sebuah karya seni, tetapi dipergunakan juga
sebagai standar untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil berkarya seni.
Tanggapan dan penilaian yang disampaikan oleh seorang kritikus ternama sangat
mempengaruhi persepsi penikmat terhadap kualitas sebuah karya seni bahkan dapat
mempengaruhi penilaian ekonomis (price) dari karya seni tersebut.
B. Jenis Kritik Seni
Kritik karya seni memiliki
perbedaan tujuan dan kualitas. Karena perbedaan tersebut, maka dijumpai beberapa
jenis karya seni seperti yang disampaikan oleh Feldman (1967) yaitu kritik
populer (popular criticism), kritik jurnalis (journalistic criticism),
kritik keilmuan (scholarly criticism). dan kritik pendidikan (pedagogical
criticism). Pemahaman terhadap keempat tipe kritik seni dapat mengantar
nalar kita untuk menentukan pola pikir dalam melakukan kritik seni. Setiap tipe
mempunyai ciri (kriteria), media (alat : bahasa), cara (metoda), sudut pandang,
sasaran, dan materi yang tidak sama. Keempat kritik tersebut memiliki fungsi
yang menekankan pada masing-masing keperluannya.
1. Kritik Populer, Kritik populer adalah jenis
kritik seni yang ditujukan untuk konsumsi massa/umum. Tanggapan yang
disampaikan melalui kritik jenis ini biasanya bersifat umum saja lebih kepada
pengenalan atau publikasi sebuah karya. Dalam tulisan kritik populer, umumnya
dipergunakan gaya bahasa dan istilah-istilah sederhana yang mudah dipahami oleh
orang awam.
2. Kritik Jurnalis, Kritik jurnalis adalah jenis
kritik seni yang hasil tanggapan atau penilaiannya disampaikan secara terbuka
kepada publik melaui media massa khususnya surat kabar. Kritk ini hampir sama
dengan kritik populer, tetapi ulasannya lebih dalam dan tajam. Kritik
jurnalistik sangat cepat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kualitas
dari sebuah karya seni, tertama karena sifat dari media massa dalam mengkomunikasikan
hasil tanggapannya.
3. Kritik Keilmuan, Kritik keilmuan merupakan jenis
kritik yang bersifat akademis dengan wawasan pengetahuan, kemampuan dan kepekaan
yang tinggi untuk menilai /menanggapi sebuah karya seni. Kritik jenis ini
umumnya disampaikan oleh seorang kritikus yang sudah teruji kepakarannya dalam
bidang seni, atau kegiatan kritik yang disampaikan mengikuti kaidah-kaidah atau
metodologi kritik secara akademis. Hasil tanggapan melalui kritik keilmuan
seringkali dijadikan referansi bagi para kolektor atau kurator institusi seni
seperti museum, galeri dan balai lelang.
4. Kritik Kependidikan, Kritik kependidikan merupakan
kegiatan kritik yang bertujuan mengangkat atau meningkatkan kepekaan artistik
serta estetika subjek belajar seni. Jenis kritik ini umumnya digunakan di
lembaga-lembaga pendidikan seni terutama untuk meningkatkan kualitas karya seni
yang dihasilkan peserta didiknya. Kritik jenis ini termasuk yang digunakan oleh
guru di sekolah umum dalam penyelenggaraan mata pelajaran pendidikan seni.
Selain jenis kritik yang
disampaikan oleh Feldman, berdasarkan titik tolak atau landasan yang digunakan,
dikenal pula beberapa bentuk kritik yaitu: kritik formalistik, kritik
ekspresivistik dan instrumentalistik :
1. Kritik Formalistik
Melalui pendekatan formalistik, kajian kritik terutama ditujukan
terhadap karya seni sebagai konfigurasi aspek-aspek formalnya atau berkaitan
dengan unsur-unsur pembentukannya. Pada sebuah karya lukisan, maka sasaran
kritik lebih tertuju kepada kualitas penyusunan (komposisi) unsur-unsur visual
seperti warna, garis, tekstur, dan sebagainya yang terdapat dalam karya
tersebut. Kritik formalistik berkaitan juga dengan kualitas teknik dan bahan
yang digunakan dalam berkarya seni.
2. Kritik Ekspresivistik
Melalui pendekatan ekspresivistik dalam kritik seni, kritikus
cenderung menilai dan menanggapi kualitas gagasan dan perasaan yang ingin
dikomunikasikan oleh seniman melalui sebuah karya seni. Kegiatan kritik ini
umumnya menanggapi kesesuaian atau keterkaitan antara judul, tema, isi dan
visualisasi objek-objek yang ditampilkan dalam sebuah karya.
3. Kritik Instrumentalistik
Melalui pendekatan instrumentalistik sebuah karya seni cenderung
dikritisi berdasarkan kemampuananya dalam upaya mencapai tujuan, moral,
religius, politik atau psikologi. Pendekatan kritik ini tidak terlalu
mempersoalkan kualitas formal dari sebuah karya seni tetapi lebih melihat aspek
konteksnya baik saat ini maupun masa lalu. Lukisan berjudul ”Penangkapan
Pangeran Diponegoro” karya Raden Saleh misalnya, dikritisi tidak saja
berdasarkan kualitas teknis (formal) nya saja tetapi keterkaitan antara objek,
isi, tema dan tujuan serta pesan moral yang ingin disampaikan pelukisnya atau
interpretasi pengamatnya terhadap konteks ketika karya tersebut dihadirkan.
C. Tahapan dalam Kritik Seni
Berdasarkan beberapa uraian
tentang pendekatan dalam kritik seni, dapat dirumuskan tahapan-tahapan kritik
secara umum sebagai berikut:
1. Deskripsi, Deskripsi adalah tahapan dalam
kritik untuk menemukan, mencatat dan mendeskripsikan segala sesuatu yang
dilihat apa adanya dan tidak berusaha melakukan analisis atau mengambil
kesimpulan. Agar dapat mendeskripsikan dengan baik, seorang pekritik harus
mengetahui istilah-istilah tehnis yang umum digunakan dalam dunia seni rupa.
Tanpa pengetahuan tersebut, maka pekritik akan kesulitan untuk mendeskripsikan
fenomena karya yang dilihatnya.
2. Analisis formal, Analisis formal adalah tahapan
dalam kritik karya seni untuk menelusuri sebuah karya seni berdasarkan struktur
formal atau unsur-unsur pembentuknya. Pada tahap ini seorang kritikus harus
memahami unsur-unsur seni rupa dan prinsip-prinsip penataan atau penempatannya
dalam sebuah karya seni.
3. Interpretasi, Interpretasi yaitu tahapan
penafsiran makna sebuah karya seni meliputi tema yang digarap, simbol yang
dihadirkan dan masalah-masalah yang dikedepankan. Penafsiran ini sangat terbuka
sifatnya, dipengaruhi sudut pandang dan wawasan pekritiknya. Semakin luas
wawasan seorang pekritik biasanya semakin kaya interpretasi karya yang
dikritisinya.
4. Evaluasi atau penilaian, Apabila tahap 1 sampai 3 ini
merupakan tahapan yang juga umum digunakan dalam apresiasi karya seni, maka
tahap ke 4 atau tahap evaluasi merupakan tahapan yang menjadi ciri dari kritik
karya seni. Evaluasi atau penilaian adalah tahapan dalam kritik untuk
menentukan kualitas suatu karya seni bila dibandingkan dengan karya lain yang
sejenis. Perbandingan dilakukan terhadap berbagai aspek yang terkait dengan
karya tersebut baik aspek formal maupun aspek konteks. Mengevalusi atau menilai
secara kritis dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
·
Mengkaitkan
sebanyak-banyaknya karya yang dinilai dengan karya yang sejenis
·
Menetapkan tujuan atau
fungsi karya yang ditelaah
·
Menetapkan sejauh mana karya
yang ditetapkan “menyimpang” dari yang telah ada sebelumnya.
d. Menelaah karya yang dimaksud dari segi kebutuhan khusus dan
segi pandang tertentu yang melatarbelakanginya.
Pada dasarnya kritik sudah sejak lama dilakukan oleh kita sebagai
manusia. Dalam keseharian, kita secara sengaja atau tidak sengaja sering
melontarkan kata, kalimat atau bahasa yang bersifat memberikan tanggapan,
komentar, penilaian terhadap suatu karya apapun. Mengapa demikian? Hal ini
sangat wajar, sebab manusia memiliki 4 (empat) kemampuan sebagai kapasitas
mental, yaitu :
·
Kemampuan absortif -
kemampuan mengamati
·
Kemampuan retentif -
kemampuan mengingat dan mereproduksi
·
Kemampuan reasoning -
kemampuan menganalisis dan memper-timbangkan
·
Kemampuan creative -
kemampuan berimajinasi, menafsirkan, dan menge-mukakan gagasan.
Dengan kemampuan reasoning dan creative, kita selalu
tergugah untuk melakukan kritik walaupun bukan atas dasar permintaan atau
kesengajaan. Kebiasaan melontarkan kritik kepada karya orang lain merupakan
dorongan kritis yang didasari oleh unsur karsa, cipta dan rasa dalam diri
seseorang sebagai manusia.
D. Fungsi Kritik
Kritik seni memiliki fungsi yang
sangat strategis dalam dunia kesenirupaan dan pendidikan seni rupa. Fungsi
kritik seni yang pertama dan utama ialah menjembatani persepsi dan apresiasi
artistik dan estetik karya seni rupa, antara pencipta (seniman, artis), karya,
dan penikmat seni. Komunikasi antara karya yang disajikan kepada penikmat
(publik) seni membuahkan interaksi timbal-balik dan interpenetrasi keduanya.
Fungsi lain ialah menjadi dua mata panah yang saling dibutuhkan, baik oleh
seniman maupun penikmat. Seniman membutuhkan mata panah tajam untuk mendeteksi
kelemahan, mengupas kedalaman, serta membangun kekurangan. Seniman memerlukan
umpan-balik guna merefleksi komunikasi-ekspresifnya, sehingga nilai dan
apresiasi tergambar dalam realita harapan idealismenya. Publik seni (masyarakat
penikmat) dalam proses apresiasinya terhadap karya seni membutuhkan tali
penghubung guna memberikan bantuan pemahaman terhadap realita artistik dan
estetik dalam karya seni. Proses apresiasi menjadi semakin terjalin lekat,
manakala kritik memberikan media komunikasi persepsi yang memadai. Kritik
dengan gaya bahasa lisan maupun tulisan yang berupaya mengupas, menganalisis
serta menciptakan sudut interpretasi karya seni, diharapkan memudahkan bagi
seniman dan penikmat untuk berkomunikasi melalui karya seni.
E. Kritikus Seni
Kritikus seni atau ialah orang
yang melakukan kritik terhadap karya seni orang lain atau dirinya sendiri (self-critic).
Idealnya seorang kritikus harus memiliki ketajaman dan sensibilitas indera,
pikiran dan perasaan. Ketajaman dan sensibilitas tersebut terintegrasi dalam
satu kapasitas reasoning dan creative, jika dilandasi :
1.
keilmuan
dan pengetahuan
yang relevan;
2.
pengalaman
yang memadai
dalam dunia pergaulan materi kritik ;
3.
menguasai
media kritik (kebahasaan yang efektif dan komunikatif);
4.
menguasai
aplikasi metoda kritik yang optimal.
Landasan keilmuan (dan
pengetahuan) yang relevan akan membantu pekritik dalam mengupas persoalan
kekaryaan seni rupa. Misalnya sejarah seni rupa (history of art) baik
perkembangan senirupa Barat (Western Art) maupun seni rupa Timur (Eastern
Art). Ilmu sejarah akan memberikan jalan wawasan tentang waktu (time)
dan ruang (space) kekaryaan seni rupa. Dengan mempelajari perkembangan
seni rupa di setiap pelosok dunia, maka luas bahan (scope) sebagai dasar
pemikiran dan acuan arah komparasi menjadi lebih terbuka. Selain sejarah seni
rupa, wawasan teori seni juga penting dimiliki oleh kritikus. Teori seni
meliputi ilmu seni, filsafat seni, unsur seni, antropologi seni, sosiologi
seni, tinjauan seni modern dan kontemporer, dan lain-lain. Keilmuan akan
memberi pijakan dan memperkokoh konstruksi kritik yang obyektif. Sehingga mata
pisau kritik
semakin akurat, dan memberi pula wawasan kepada publik seni dengan keyakinan
yang kuat. Seorang pekritik seni rupa tidak selalu harus seorang perupa, namun
ilmu kesenirupaan harus dimilikinya. Pengalaman dan pergaulan dalam mengamati,
menyelidiki, dan membandingkan kekaryaan seni rupa sebagai prasyarat yang tidak
bisa dilepaskan dari seorang pekritik seni rupa. Pengamatan terhadap
perkembangan seni rupa masa lalu (dari prasejarah ) hingga fenomena seni rupa
masa kini akan memberi warna yang serasi bagi karya kritik seni rupa. Begitupun
upaya menyelidiki dan membandingkan kekaryaan seni rupa antar berbagai
keberadaan seni rupa sangat membantu memperluas dan memperkaya cakrawala
kritik. Sering dijumpai seorang kritikus seni lukis, misalnya, yang mengupas
karya seni lukis, tetapi kupasannya memberikan gambaran yang keliru. Hal ini
umumnya disebabkan oleh faktor pengalaman, pengetahuan dan wawasan yang kurang
memadai. Tidak mungkin seseorang mengkritik lukisan, jika ia tidak mengetahui
medium lukis, proses melukis, dan sebagainya. Menggeluti dunia sasaran kritik
merupakan tugas seorang pekritik. Tidak hanya memahami kekaryaannya, pekritik
juga sebaiknya memahami pikiran, perasaan seniman penciptanya. Biografi dan
kehidupan seniman tidak lepas dari pengamatan pekritik. Media kritik yang utama
adalah bahasa. Bahasa pekritik harus efektif dan komunikatif, baik lisan maupun
tulisan. Bahasa yang efektif adalah bahasa yang mengacu pada aspek tata bahasa
yang baik dan benar, serta tepat guna, sesuai sasaran publik yang kita tuju.
Bahasa yang komunikatif adalah bahasa yang mudah dicerna oleh sasaran baca/dengar
(audiens), sesuai tingkat intelektualnya. Gaya bahasa kritikus
diselaraskan dengan tipe kritiknya. Gaya bahasa jurnalistik akan berbeda dengan
tipe akademik. gaya jurnalistik memiliki sasaran pembaca yang relatif meluas,
beraneka latar belekang ilmu dan tingkat intelektualnya. Sedangkan tipe
akademik memerlukan gaya yang lebih ilmiah, sebab sasaran pembaca/pendengarnya
adalah sekelompok orang akademisi.
Metoda kritik adalah serangkaian
prosedur (tata cara, etika) yang disesuaikan dengan tipe kritiknya. Misalnya,
metoda kritik jurnalistik menggunakan tata cara jurnalis. Begitupun metoda
kritik akademik menggunakan tata cara akademis yang dikembangkannya.