Sunday, March 13, 2016

Makalah Teori Pers di Indonesia

3:08:00 AM // by Rahmat //



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Pendahuluan
            Pers merupakan media komunikasi yang memengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Setiap pemberitaan yang diterbitkan oleh pers itulah yang membuat masyarakat mau tidak mau terpengaruh Bentuk media komunikasi tersebut adalah elektronik dan cetak. Contoh media cetak seperti: koran, majalah, artikel, dan lain-lain. Sedangkan media elektronik di antaranya radio, film, televisi, dan internet. Dari dua contoh tadi, jelas itu menimbulkan dua pengertian pers yaitu yang pertama, dalam arti kata sempit pers adalah yang menyangkut kegiatan komunikasi yang hanya dilakukan dengan perantaraan barang cetakan. Sedangkan pers dalam arti kata luas adalah yang menyangkut kegiatan komunikasi baik yang dilakukan dengan media cetak maupun media elektronik.                                                   Sistem Pers Indonesia berkembang pasca Orde Baru untuk menjamin kebebasan pers yang bertanggung jawab. Hal ini dapat dilihat dari informasi yang sesuai dengan etika dan moralitas masyarakat. Di satu sisi, ini merupakan pembebasan pers yang mengutamakan etika yang berkembang di masyarakat. Di sisi lain, Sistem Pers Indonesia menjadi alat kritik yang berlebihan dan tidak sesuai dengan etika terhadap pemerintahan pasca Orde Baru. Jelasnya, Sistem Pers Indonesia pasca Orde baru menyimpang dari sistem awalnya yang seharusnya mengutamakan etika tetapi malah menjadi berlebihan dalam pemberitaan sehingga menimbulkan immoralitas.
            Berdasarkan latar belakang masalah/konteks di atas, pertanyaan mayor berkaitan dengan Sistem Pers Indonesia pasca Orde Baru dan penyimpangannya. Dari pertanyaan mayor ini dapat dikembangkan menjadi pertanyaan minor yang berhubungan dengan Sistem Pers yang memang mengatur jalannya pers di Indonesia. Maka pertanyaan mayor dan minor memerlukan jawaban dari beberapa pertanyaan. Jelasnya, Sistem Pers yang berisi aturan dalam pers banyak menimbulkan banyak pertanyaan.
            Dalam merumuskan kedua pertanyaan tersebut di atas, maka pertanyaannya terdiri atas mayor atau utama dan minor atau turunan. Pertanyaan mayor atau utama adalah bagaimana perkembangan Sistem Pers Indonesia? Kemudian pertanyaan minor atau turunan adalah siapakah yang memengaruhi SPI? Di manakah Posisi SPI? Apakah yang menjadi landasan SPI?
            Perkembangan Sistem Pers Indonesia memang membawa dampak yang sangat besar. Diawali dari tumbangnya rezim Orde Baru yang menandai awal perubahan Sistem Pers Indonesia. Sistem Pers Indonesia mengalami perkembangan, yang sebelumnya pers dikuasai dan dikontrol sepenuhnya oleh pemerintah. Sebelum penerbitan berita oleh pers, pers harus melewati salah satu lembaga yang dibuat pemerintah untuk perizinan penerbitannya yaitu Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUUP). Sehingga pers yang tidak pro terhadap pemerintahan maka akan dibredel. Namun hal itu berbanding terbalik sejak Orde Baru runtuh pemerintah menjamin penuh kebebasan pers yang termaktub dalam UU pokok pers namun sesuai dengan koridor-koridor yang ditentukan. Koridor yang ditentukan berdasarkan tanggung jawab pers dalam pemberitaan. Pemberitaan yang beretikalah yang menjadi landasan utama Sistem Pers Indonesia.                                                                    Namun di balik hal itu, kadang kala ada di antara salah satu pers yang berlebihan dalam pemberitaan yang sifatnya destruktif/menjatuhkan dan tidak sesuai dengan fakta yang ada di masyarakat. Dan hal ini bertentangan dengan UU pokok pers No. 21 Tahun 1982 yang menyebutkan bahwa pers mempunyai hak kontrol, kritik dan koreksi yang bersifat kontruktif yaitu membangun. Jelasnya, SPI pasca Orde Baru harus bertanggung jawab.

B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimanakah sejarah pers?
2.      Bagaimana fungsi dan peranan pers di Indonesia?
3.      Bagaimana perkembangan dari sistem pers di Indonesia?

C.     Tujuan
1.       Mengetahui sejarah pers
2.       Mengetahui fungsi dan peranan pers di Indonesia
3.       Mengetahui perkembangan Pers di Indonesia



BAB II
PEMBAHASAN


A.    PENGERTIAN PERS
Istilah “pers” berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press. Secara harfiah pers berarti cetak dan secara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara dicetak (printed publication).
Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian luas dan pers dalam pengertian sempit. Dalam pengertian luas, pers mencakup semua media komunikasi massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi memancarkan/ menyebarkan informasi, berita, gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain. Maka dikenal adanya istilah jurnalistik radio, jurnalistik televisi, jurnalistik pers. Dalam pengertian sempit, pers hanya digolongkan produk-produk penerbitan yang melewati proses percetakan, seperti surat kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah bulanan dan sebagainya yang dikenal sebagai media cetak.
Pers mempunyai dua sisi kedudukan, yaitu: pertama ia merupakan medium komunikasi yang tertua di dunia, dan kedua, pers sebagai lembaga masyarakat atau institusi sosial merupakan bagian integral dari masyarakat, dan bukan merupakan unsur yang asing dan terpisah daripadanya. Dan sebagai lembaga masyarakat ia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga- lembaga masyarakat lainnya.
Pers adalah kegiatan yang berhubungan dengan media dan masyarkat luas. Kegiatan tersebut mengacu pada kegiatan jurnalistik yang sifatnya mencari, menggali, mengumpulkan, mengolah materi, dan menerbitkanya berdasarkan sumber-sumber yang terpercaya dan valid.
  
B.   FUNGSI DAN PERANAN PERS DI INDONESIA
Fungsi dan peranan pers Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, fungi pers ialah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial . Sementara Pasal 6 UU Pers menegaskan bahwa pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahuimenegakkkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaanmengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benarmelakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umummemperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Berdasarkan fungsi dan peranan pers yang demikian, lembaga pers sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi( the fourth estate) setelah lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif , serta pembentuk opini publik yang paling potensial dan efektif. Fungsi peranan pers itu baru dapat dijalankan secra optimal apabila terdapat jaminan kebebasan pers dari pemerintah. Menurut tokoh pers, jakob oetama , kebebsan pers menjadi syarat mutlak agar pers secara optimal dapat melakukan pernannya. Sulit dibayangkan bagaiman peranan pers tersebut dapat dijalankan apabila tidak ada jaminan terhadap kebebasan pers. Pemerintah orde baru di Indonesia sebagai rezim pemerintahn yang sangat membatasi kebebasan pers . ha l ini terlihat, dengan keluarnya Peraturna Menteri Penerangan No. 1 tahun 1984 tentang Surat Izn Usaha penerbitan Pers (SIUPP), yang dalam praktiknya ternyata menjadi senjata ampuh untuk mengontrol isi redaksional pers dan pembredelan.
Albert Camus, novelis terkenal dari Perancis pernah mengatakan bahwa pers bebas dapat baik dan dapat buruk, namun tanpa pers bebas yang ada hanya celaka. Oleh karena salah satu fungsinya ialah melakukan kontrol sosial itulah, pers melakukan kritik dan koreksi terhadap segal sesuatu yang menrutnya tidak beres dalam segala persoalan. Karena itu, ada anggapan bahwa pers lebih suka memberitakan hah-hal yang salah dari pada yang benar. Pandangan seperti itu sesungguhnya melihat peran dan fungsi pers tidak secara komprehensif, melainkan parsial dan ketinggalan jaman. Karena kenyataannya, pers sekarang juga memberitakan keberhasilan seseorang, lembaga pemerintahan atau perusahaan yang meraih kesuksesan serta perjuangan mereka untuk tetap hidup di tengah berbagai kesulitan.
Selain diatas ada juga fungsi-fungsi menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, disebutkan dalam pasal 3 fungsi pers adalah sebagai berikut :
1.      Sebagai Media Informasi, ialah perrs itu memberi dan menyediakan informasi tentang peristiwa yang terjadi  kepada masyarakat, dan masyarakat membeli surat kabar karena memerlukan informasi.
2.      Fungsi Pendidikan, ialah pers itu sebagi sarana pendidikan massa (mass Education), pers memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat bertambah pengetahuan dan wawasannya.
3.      Fungsi Menghibur, ialah pers juga memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot. Berbentuk cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, pojok, dan karikatur.
4.      Fungsi Kontrol Sosial, terkandung makna demokratis yang didalamnya terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

1)                Social particiption yaitu keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan.
2)                Social responsibility yaitu pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat.
3)                Social  support yaitu dukungan rakyat terhadap pemerintah.
4)                Social Control yaitu kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan pemerintah.
5)                Sebagai Lembaga Ekonomi, yaitu pers adalah suatu perusahaan yang bergerak dibidang pers dapat memamfaatkan keadaan disekiktarnya sebagai nilai jual sehingga pers sebagai lembaga sosial dapat memperoleh keuntungan maksimal dari hasil prodduksinya untuk kelangsungan hidup lembaga pers itu sendiri.

 C.  TEORI PERS DI INDONESIA
Negara sebagai sebuah kesatuan wilayah, sebuah kesatuan politik yang memiliki otonomi untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara warga negaranya dapat dikatakan sebagai sebuah sistem makro yang mencakup beragam sistem-sistem lain didalamnya. Sudah sebuah kewajiban mutlak bagi sebuah negara untuk mampu melindungi, mengatur, dan menjaga kelangsungan sistem-sistem lainnya yang berada dibawah ruang lingkupnya. Tentunya agar dapat berputar secara seirama. Hal ini dalam kaitannya dengan sebuah peran negara sebagai pengayom tidak terlepas didalamnya ketika suatu negara harus mampu menjamin kebebasan bagi warga negaranya untuk berekspresi dan berpendapat, sejalan dengan semangat pembaharuan, kebebasan, dan demokrasi yang kerap didengngkan selama ini.
Pers sebagai sebuah keran untuk menyalurkan, untuk mewujudkan kebebasan itu sudah pasti tentunya harus mendapatkan porsi jaminan yang besar. Dalam mewujudkannya setiap negara pastilah memiliki latar belakang dan cita-cita yang berbeda, ini pulalah yang setidaknya berdampak pada diferensiasi pedoman dan aktualisasi peran negara dalam menjamin terus berjalannya sistem – pers yang dipergunakan. Untuk hal yang satu ini Indonesia terbilang berbeda dibandingkan dengan negara-negara lainnya yang cenderung mengikuti teori-teori para ahli terkemuka. Indonesia “sekali lagi” mempergunakan nama Pancasila untuk mendefinisikan sistem pers yang dianutnya. Seolah terlihat begitu sakral begitu nama Pancasila dilekatkan. Tetapi benarkah sedemikian hebat nama Pancasila yang digunakan sebagai sistem pers kita.
Hingga kini perdebatan mengenai definisi konsep dari sistem pers Pancasila masih saja terjadi, dan belum mencapai satu kesespakatan pasti. Namun menurut Bappenas sistem pers Pancasila, yaitu pers yang sehat, bebas dan bertanggung jawab serta lebih meningkatkan interaksi positif serta mengembangkan suasana saling percaya antara pers, Pemerintah, dan golongan-golongan dalam masyarakat untuk mewujudkan suatu tata informasi di dalam kondisi masyarakat yang terbuka dan demokratis. Sepertinya memang sebuah pendefinisian yang bertujuan cukup mapan.
Perlu diingat bahwa Pancasila sebagai dasar negara kita sudah terlalu banyak masuk diberbagai sistem dan roda-roda kehidupan. Pancasila jika kita telah pernah menjadi sesuatu yang sangat diagungkan, bahkan segala yang sedikit saja berseberangan harus rela angkat kaki. Ini pula yang saya anggap justru sedikit menakutkan ketika sistem pers kita menggunakan Pancasila sebagai acuannya. Tidak salah memang jika sebagai sebuah bentuk visi membangun bersama. Namun yang patut kita waspadai bersama, sepertinya ini adalah bentuk lain dari sebuah sistem authoritarian belaka. Bagaimana mungkin pers punya kebebasan jika selama ini hidup kita saja terasa selalu “terkungkung”oleh Pancasila. Sepertinya yang ada justru hal tersebut sebagai bentuk usaha mengemudikan pers kita ke arah tertentu dan mengabaikan arah lainnya. Lantas dimanakah kebebasan itu? Lantas bisakah kita berharap banyak padanya?
Indonesia saat ini resminya menganut sistem pers yang bebas dan bertanggung jawab. Konsep ini mengacu ke teori “pers tanggung jawab sosial.” Asumsi utama teori ini adalah bahwa kebebasan mengandung di dalamnya suatu tanggung jawab yang sepadan. Maka pers harus bertanggung jawab pada masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsi penting komunikasi massa dalam masyarakat modern. Namun dalam prakteknya, pers harus bertanggung jawab pada pemerintah.
Kebebasan Pers Indonesia baru didapatkan pada era B.J Habibie, setelah 32 tahun pers Indonesia terkungkung oleh aturan yang dikeluarkan pemerintah orde baru, pergerakan pers amat sangat terbatas pada saat itu. Pers Indonesia yang dikenal dengan nama “Pers Pancasila”. Sidang Pleno XXV Dewan Pers (Desember 1984) merumuskan Pers Pancasila sebagai berikut: “Pers Indonesia adalah Pers Pancasila dalam arti pers yang orientasi, sikap dan tingkah lakunya berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.” Hakekat Pers Pancasila adalah pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan bertanggungjawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang konstruktif. 
Jika dilihat dari pengertian Pers Pancasila seharusnya pers kita pada saat ini sudah berjalan sesuai fungsinya (seperti sudah disebutkan diatas). Tapi yang terjadi saat ini adalah masih adanya ketakutan pers akan pemerintah, misalkan sulit dibayangkan pers Indonesia secara lugas dan terbuka bisa memuat isu tuduhan korupsi/kolusi/monopoli terhadap Presiden atau keluarganya. Pada hal di negara demokratis Presiden bukanlah jabatan suci yang tak bisa tersentuh (orang yang hanya menyindir saja sudah di ancam somasi).
Berdasar hal tersebut, perlu kiranya dikaji kembali apakah hakikat Pers Pancasila yang sesuai dengan nilai-nilai dalam Pancasila? Pertanyaan tersebut akan dijawab dengan berangkat dari hakikat manusia. Mengapa manusia, karena pelaku pers adalah manusia dan keberadaan pers tidak lain ditujukan untuk manusia. Notonagoro memaparkan hakikat manusia sebagai berikut:
a)      Susunan Kodrat yang terbagi menjadi :
Raga (anorganik, vegetative, animal)
 Jiwa (akal, rasa, kehendak)
b)      Sifat Kodrat
1.      Individual
2.      Sosial
c)      Kedudukan Kodrat
1.      Pribadi Mandiri
2.      Makhluk Tuhan
Pers pancasila harus meletakkan kepentingan individu maupun masyarakat sebagai sosialitas yang lebih luas, secara seimbang an adil. Dengan demikian pemberitaan mengenai sesuatu hal, hendaknya dilakukan secara seimbang. Misalnya terdapat sebuah kasus mengenai seorang pejabat yang mempunyai penerbitan surat kabar tertentu, dan menjadi angota sebuah parpol tertentu.ketika parpol tersebut terlibat kasus money politics, maka hendaknya kasus tersebut diberitakan secara terbuka dalam surat kabar yang dimiliki pejabat tersebut. Nilai keadilan umum, tetap harus diutamakan dalam sebuah pemberitaaan media massa.
Sementara itu, manusia sebagai pelaku subjek pers, seringkali melakukan kesalahan orientasi sikap dan tindakan, ketika berhubungan dengan manusia lain. Fenomena yang berkembang adalah sikap menuhankan manusia lain, dengan ketaatan yang demikian besar. Misalnya ketaatan yang demikian besar yang dimiliki seorang wartawan kepada pemilik saham ia tempat bekerja, sehingga menghilangkan nilai-nilai kebenaran yang seharusnya disampaikan kepada khalayak. Kemungkinan lain yaitu terdapatnya manusia yang justru memanfaatkan manusai lain demi hal-hal yang sifatnya material. Hal tersebut juga jelas bertentangan dengan hakiakt kodrat manusia serta hakikat hubungan manusai dengan realitas.
Prinsip interaksi positif antara pemerintah, pers dan masyarakat yang termuat dalam Pers pancasila yang sesungguhnya telah ada sejak masa orde baru, namun tidak pernah dilaksanakan secara nyata dalam kehidupan pers di Indonesia. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1.                  Diterapkan mekanisme kerja yang menjalin hubungan timbale balik antara pers, pemerintah dan masyarakat.
2.                  Dinamika dikembangkan bukan dari pertentangan menurut paham, melainkan atas paham hidup menghidupi, saling membantu dan bukan saling mematikan.
3.                  Perludikembangkan kultur politik dan mekanisme yang memungkinkan berfungsinya sistemkontrol social dan kritik yang konstruktif secara efektif. Namun demikian control social itu pun substansinya serta caranya tetaptidak terlepas dari asas keselarasan dan keseimbangan serta ketertiban untuk saling hidup menghidupi bukan saling mematikan dalam control yang dilakukan tetap berpijak pada nilai-nilai dalam system Pers Pancasila, termasuk bebas dan bertanggung jawab.
Mengamati dengan cermat prinsip-prinsip interaksi positif antara pemerintah, pers dan masyarakat seperti tertuang dalam rumusan pers pancasila tersebut, dapat dikatakan bahwa pers pancasila masih sangat relevan untuk dikembangkan dan dijadikan tolok ukur bagi keberadaan pers di Indonesia. Hal ini terutama jika ditilik dari landasan filosofis yang melatarbelakangi keberadaan prinsip-prinsip tersebut.

D. PERKEMBANGAN PERS DI INDONESIA
  •  Perkembangan pers di Indonesia berawal pada penerbitan surat kabar pertama, yaitu Bataviasche Novelles en Politique Raisonemnetan yang terbit 7 Agustus 1774.
  • Kemudian muncul beberapa surat kabar berbahasa Melayu, antara lain Slompet Melajoe, Bintang Soerabaja (1861), dan Medan Prijaji (1907).
  • Majalah tertua ialah Panji Islam (1912-an)
  • Surat kabar terbitan peranakan Tionghoa pertama kali muncul adalah Li Po (1901), kemudian Sin Po (1910).
  • Surat kabar pertama di Indonesia yang menyiarkan teks Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, pada tanggal 18 Agustus 1945 adalah surat kabar Soeara Asia.
  • Sesudah itu, surat kabar nasional yang memuat teks proklamasi adalah surat kabar Tjahaja (Bandung), Asia Raja (Jakarta), dan Asia Baroe (Semarang).
  • Corak kehidupan politik, ideologi, kebudayaan, tingkat kemajuan suatu bangsa sangat mempengaruhi sistem pers di suatu negara.
Secara umum, di seluruh dunia terdapat pola kebijakan pemerintah terhadap pers yang otoriter dan demokratis. Diantara keduanya terdapat variasi dan kombinasi, bergantung tingkat perkembangan masing-masing negara. Ada yang quasi otoriter, ada yang quasi demokratis, dan sebagainya.



BAB III
PENUTUP
A.                KESIMPULAN
Setelah tersusunnya makalah ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa pers terjadi menjadi dua pengertian. Pertama, pengertian pers luas. Dalam pengertian luas, pers mencakup semua media komunikasi massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi memancarkan/ menyebarkan informasi, berita, gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain. Maka dikenal adanya istilah jurnalistik radio, jurnalistik televisi, jurnalistik pers. Kedua, dalam pengertian sempit, pers hanya digolongkan produk-produk penerbitan yang melewati proses percetakan, seperti surat kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah bulanan dan sebagainya yang dikenal sebagai media cetak. Juga Pers mempunyai dua sisi kedudukan, yaitu: pertama ia merupakan medium komunikasi yang tertua di dunia, dan kedua, pers sebagai lembaga masyarakat atau institusi sosial merupakan bagian integral dari masyarakat, dan bukan merupakan unsur yang asing dan terpisah daripadanya. Dan sebagai lembaga masyarakat ia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga- lembaga masyarakat lainnya. Kemudian Pancasila itu sendiri Secara etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang memiliki arti secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur, yang mana unsur yang terkandung dalam sila-sila pancasila sampai saat ini. Pers Pancasila bias kami artikan sebagai media komunikasi secara tertulis maupun secara elektronik yang berasaskan pancasila.

B.                 SARAN
Penulis berharap makalah ini dapat dijadikan leteratur pengetahuan yang berguna. tidak lupa pula saran dan kritik penulis mengharapkan itu semua untuk dijadikan bahan masukan dalam pembuatan makalah selanjutnya.