BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Pers merupakan media komunikasi yang
memengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Setiap pemberitaan yang diterbitkan
oleh pers itulah yang membuat masyarakat mau tidak mau terpengaruh Bentuk media
komunikasi tersebut adalah elektronik dan cetak. Contoh media cetak seperti:
koran, majalah, artikel, dan lain-lain. Sedangkan media elektronik di antaranya
radio, film, televisi, dan internet. Dari dua contoh tadi, jelas itu
menimbulkan dua pengertian pers yaitu yang pertama, dalam arti kata sempit pers
adalah yang menyangkut kegiatan komunikasi yang hanya dilakukan dengan
perantaraan barang cetakan. Sedangkan pers dalam arti kata luas adalah yang
menyangkut kegiatan komunikasi baik yang dilakukan dengan media cetak maupun
media elektronik. Sistem Pers Indonesia berkembang
pasca Orde Baru untuk menjamin kebebasan pers yang bertanggung jawab. Hal ini
dapat dilihat dari informasi yang sesuai dengan etika dan moralitas masyarakat.
Di satu sisi, ini merupakan pembebasan pers yang mengutamakan etika yang
berkembang di masyarakat. Di sisi lain, Sistem Pers Indonesia menjadi alat
kritik yang berlebihan dan tidak sesuai dengan etika terhadap pemerintahan
pasca Orde Baru. Jelasnya, Sistem Pers Indonesia pasca Orde baru menyimpang
dari sistem awalnya yang seharusnya mengutamakan etika tetapi malah menjadi
berlebihan dalam pemberitaan sehingga menimbulkan immoralitas.
Berdasarkan latar belakang
masalah/konteks di atas, pertanyaan mayor berkaitan dengan Sistem Pers
Indonesia pasca Orde Baru dan penyimpangannya. Dari pertanyaan mayor ini dapat
dikembangkan menjadi pertanyaan minor yang berhubungan dengan Sistem Pers yang
memang mengatur jalannya pers di Indonesia. Maka pertanyaan mayor dan minor
memerlukan jawaban dari beberapa pertanyaan. Jelasnya, Sistem Pers yang berisi
aturan dalam pers banyak menimbulkan banyak pertanyaan.
Dalam merumuskan kedua pertanyaan
tersebut di atas, maka pertanyaannya terdiri atas mayor atau utama dan minor
atau turunan. Pertanyaan mayor atau utama adalah bagaimana perkembangan Sistem
Pers Indonesia? Kemudian pertanyaan minor atau turunan adalah siapakah yang
memengaruhi SPI? Di manakah Posisi SPI? Apakah yang menjadi landasan SPI?
Perkembangan Sistem Pers Indonesia
memang membawa dampak yang sangat besar. Diawali dari tumbangnya rezim Orde
Baru yang menandai awal perubahan Sistem Pers Indonesia. Sistem Pers Indonesia
mengalami perkembangan, yang sebelumnya pers dikuasai dan dikontrol sepenuhnya
oleh pemerintah. Sebelum penerbitan berita oleh pers, pers harus melewati salah
satu lembaga yang dibuat pemerintah untuk perizinan penerbitannya yaitu Surat
Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUUP). Sehingga pers yang tidak pro terhadap
pemerintahan maka akan dibredel. Namun hal itu berbanding terbalik sejak Orde
Baru runtuh pemerintah menjamin penuh kebebasan pers yang termaktub dalam UU
pokok pers namun sesuai dengan koridor-koridor yang ditentukan. Koridor yang
ditentukan berdasarkan tanggung jawab pers dalam pemberitaan. Pemberitaan yang
beretikalah yang menjadi landasan utama Sistem Pers Indonesia. Namun
di balik hal itu, kadang kala ada di antara salah satu pers yang berlebihan
dalam pemberitaan yang sifatnya destruktif/menjatuhkan dan tidak sesuai dengan
fakta yang ada di masyarakat. Dan hal ini bertentangan dengan UU pokok pers No.
21 Tahun 1982 yang menyebutkan bahwa pers mempunyai hak kontrol, kritik dan
koreksi yang bersifat kontruktif yaitu membangun. Jelasnya, SPI pasca Orde Baru
harus bertanggung jawab.
B. Rumusan masalah
1.
Bagaimanakah sejarah pers?
2.
Bagaimana fungsi dan peranan pers di Indonesia?
3.
Bagaimana perkembangan dari sistem pers di Indonesia?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui sejarah pers
2.
Mengetahui fungsi dan peranan pers di Indonesia
3.
Mengetahui perkembangan Pers di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PERS
Istilah “pers” berasal dari bahasa Belanda,
yang dalam bahasa Inggris berarti press. Secara harfiah pers berarti cetak dan
secara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara
dicetak (printed publication).
Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian,
yakni pers dalam pengertian luas dan pers dalam pengertian sempit. Dalam
pengertian luas, pers mencakup semua media komunikasi massa, seperti radio,
televisi, dan film yang berfungsi memancarkan/ menyebarkan informasi, berita,
gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau sekelompok orang kepada orang
lain. Maka dikenal adanya istilah jurnalistik radio, jurnalistik televisi,
jurnalistik pers. Dalam pengertian sempit, pers hanya digolongkan produk-produk
penerbitan yang melewati proses percetakan, seperti surat kabar harian, majalah
mingguan, majalah tengah bulanan dan sebagainya yang dikenal sebagai media
cetak.
Pers mempunyai dua sisi kedudukan, yaitu: pertama ia
merupakan medium komunikasi yang tertua di dunia, dan kedua, pers sebagai
lembaga masyarakat atau institusi sosial merupakan bagian integral dari
masyarakat, dan bukan merupakan unsur yang asing dan terpisah daripadanya. Dan
sebagai lembaga masyarakat ia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga-
lembaga masyarakat lainnya.
Pers adalah kegiatan yang berhubungan dengan media dan
masyarkat luas. Kegiatan tersebut mengacu pada kegiatan jurnalistik yang
sifatnya mencari, menggali, mengumpulkan, mengolah materi, dan menerbitkanya
berdasarkan sumber-sumber yang terpercaya dan valid.
B. FUNGSI DAN PERANAN PERS DI
INDONESIA
Fungsi dan peranan pers Berdasarkan ketentuan pasal 33
UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, fungi pers ialah sebagai media informasi,
pendidikan, hiburan dan kontrol sosial . Sementara Pasal 6 UU Pers menegaskan
bahwa pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut: memenuhi hak
masyarakat untuk mengetahuimenegakkkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong
terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati
kebhinekaanmengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat,
akurat, dan benarmelakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umummemperjuangkan keadilan dan
kebenaran.
Berdasarkan fungsi dan peranan pers yang demikian,
lembaga pers sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi( the fourth estate)
setelah lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif , serta pembentuk opini
publik yang paling potensial dan efektif. Fungsi peranan pers itu baru dapat
dijalankan secra optimal apabila terdapat jaminan kebebasan pers dari pemerintah.
Menurut tokoh pers, jakob oetama , kebebsan pers menjadi syarat mutlak agar
pers secara optimal dapat melakukan pernannya. Sulit dibayangkan bagaiman
peranan pers tersebut dapat dijalankan apabila tidak ada jaminan terhadap
kebebasan pers. Pemerintah orde baru di Indonesia sebagai rezim pemerintahn
yang sangat membatasi kebebasan pers . ha l ini terlihat, dengan keluarnya
Peraturna Menteri Penerangan No. 1 tahun 1984 tentang Surat Izn Usaha
penerbitan Pers (SIUPP), yang dalam praktiknya ternyata menjadi senjata ampuh
untuk mengontrol isi redaksional pers dan pembredelan.
Albert Camus, novelis terkenal dari Perancis pernah
mengatakan bahwa pers bebas dapat baik dan dapat buruk, namun tanpa pers bebas
yang ada hanya celaka. Oleh karena salah satu fungsinya ialah melakukan kontrol
sosial itulah, pers melakukan kritik dan koreksi terhadap segal sesuatu yang
menrutnya tidak beres dalam segala persoalan. Karena itu, ada anggapan bahwa
pers lebih suka memberitakan hah-hal yang salah dari pada yang benar. Pandangan
seperti itu sesungguhnya melihat peran dan fungsi pers tidak secara
komprehensif, melainkan parsial dan ketinggalan jaman. Karena kenyataannya,
pers sekarang juga memberitakan keberhasilan seseorang, lembaga pemerintahan
atau perusahaan yang meraih kesuksesan serta perjuangan mereka untuk tetap
hidup di tengah berbagai kesulitan.
Selain diatas ada juga fungsi-fungsi menurut UU No. 40
tahun 1999 tentang Pers, disebutkan dalam pasal 3 fungsi pers adalah sebagai
berikut :
1. Sebagai Media
Informasi, ialah perrs itu memberi dan menyediakan informasi tentang peristiwa
yang terjadi kepada masyarakat, dan masyarakat membeli surat kabar karena
memerlukan informasi.
2. Fungsi Pendidikan,
ialah pers itu sebagi sarana pendidikan massa (mass Education), pers memuat
tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat bertambah
pengetahuan dan wawasannya.
3. Fungsi Menghibur,
ialah pers juga memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk mengimbangi
berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot. Berbentuk
cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, pojok,
dan karikatur.
4. Fungsi Kontrol
Sosial, terkandung makna demokratis yang didalamnya terdapat unsur-unsur
sebagai berikut:
1)
Social particiption yaitu keikutsertaan rakyat dalam
pemerintahan.
2)
Social responsibility yaitu pertanggungjawaban
pemerintah terhadap rakyat.
3)
Social support yaitu dukungan rakyat terhadap
pemerintah.
4)
Social Control yaitu kontrol masyarakat terhadap
tindakan-tindakan pemerintah.
5)
Sebagai Lembaga Ekonomi, yaitu pers adalah suatu
perusahaan yang bergerak dibidang pers dapat memamfaatkan keadaan disekiktarnya
sebagai nilai jual sehingga pers sebagai lembaga sosial dapat memperoleh
keuntungan maksimal dari hasil prodduksinya untuk kelangsungan hidup lembaga
pers itu sendiri.
C. TEORI PERS DI INDONESIA
Negara sebagai sebuah kesatuan
wilayah, sebuah kesatuan politik yang memiliki otonomi untuk mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara warga negaranya dapat dikatakan sebagai
sebuah sistem makro yang mencakup beragam sistem-sistem lain didalamnya. Sudah
sebuah kewajiban mutlak bagi sebuah negara untuk mampu melindungi, mengatur,
dan menjaga kelangsungan sistem-sistem lainnya yang berada dibawah ruang
lingkupnya. Tentunya agar dapat berputar secara seirama. Hal ini dalam
kaitannya dengan sebuah peran negara sebagai pengayom tidak terlepas didalamnya
ketika suatu negara harus mampu menjamin kebebasan bagi warga negaranya untuk
berekspresi dan berpendapat, sejalan dengan semangat pembaharuan, kebebasan,
dan demokrasi yang kerap didengngkan selama ini.
Pers sebagai sebuah keran untuk
menyalurkan, untuk mewujudkan kebebasan itu sudah pasti tentunya harus
mendapatkan porsi jaminan yang besar. Dalam mewujudkannya setiap negara
pastilah memiliki latar belakang dan cita-cita yang berbeda, ini pulalah yang
setidaknya berdampak pada diferensiasi pedoman dan aktualisasi peran negara
dalam menjamin terus berjalannya sistem – pers yang dipergunakan. Untuk hal
yang satu ini Indonesia terbilang berbeda dibandingkan dengan negara-negara
lainnya yang cenderung mengikuti teori-teori para ahli terkemuka. Indonesia
“sekali lagi” mempergunakan nama Pancasila untuk mendefinisikan sistem pers
yang dianutnya. Seolah terlihat begitu sakral begitu nama Pancasila dilekatkan.
Tetapi benarkah sedemikian hebat nama Pancasila yang digunakan sebagai sistem
pers kita.
Hingga kini perdebatan mengenai definisi konsep dari
sistem pers Pancasila masih saja terjadi, dan belum mencapai satu kesespakatan
pasti. Namun menurut Bappenas sistem pers Pancasila, yaitu pers yang sehat,
bebas dan bertanggung jawab serta lebih meningkatkan interaksi positif serta
mengembangkan suasana saling percaya antara pers, Pemerintah, dan
golongan-golongan dalam masyarakat untuk mewujudkan suatu tata informasi di
dalam kondisi masyarakat yang terbuka dan demokratis. Sepertinya memang sebuah
pendefinisian yang bertujuan cukup mapan.
Perlu diingat bahwa Pancasila sebagai dasar negara
kita sudah terlalu banyak masuk diberbagai sistem dan roda-roda kehidupan.
Pancasila jika kita telah pernah menjadi sesuatu yang sangat diagungkan, bahkan
segala yang sedikit saja berseberangan harus rela angkat kaki. Ini pula yang
saya anggap justru sedikit menakutkan ketika sistem pers kita menggunakan
Pancasila sebagai acuannya. Tidak salah memang jika sebagai sebuah bentuk visi
membangun bersama. Namun yang patut kita waspadai bersama, sepertinya ini
adalah bentuk lain dari sebuah sistem authoritarian belaka. Bagaimana mungkin
pers punya kebebasan jika selama ini hidup kita saja terasa selalu
“terkungkung”oleh Pancasila. Sepertinya yang ada justru hal tersebut sebagai
bentuk usaha mengemudikan pers kita ke arah tertentu dan mengabaikan arah
lainnya. Lantas dimanakah kebebasan itu? Lantas bisakah kita berharap banyak
padanya?
Indonesia saat ini resminya menganut sistem pers yang
bebas dan bertanggung jawab. Konsep ini mengacu ke teori “pers tanggung jawab
sosial.” Asumsi utama teori ini adalah bahwa kebebasan mengandung di dalamnya
suatu tanggung jawab yang sepadan. Maka pers harus bertanggung jawab pada
masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsi penting komunikasi massa dalam
masyarakat modern. Namun dalam prakteknya, pers harus bertanggung jawab pada
pemerintah.
Kebebasan Pers Indonesia baru didapatkan pada era B.J
Habibie, setelah 32 tahun pers Indonesia terkungkung oleh aturan yang
dikeluarkan pemerintah orde baru, pergerakan pers amat sangat terbatas pada
saat itu. Pers Indonesia yang dikenal dengan nama “Pers Pancasila”. Sidang
Pleno XXV Dewan Pers (Desember 1984) merumuskan Pers Pancasila sebagai berikut:
“Pers Indonesia adalah Pers Pancasila dalam arti pers yang orientasi, sikap dan
tingkah lakunya berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.” Hakekat Pers Pancasila adalah pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan
bertanggungjawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang
benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang
konstruktif.
Jika dilihat dari pengertian Pers Pancasila seharusnya
pers kita pada saat ini sudah berjalan sesuai fungsinya (seperti sudah
disebutkan diatas). Tapi yang terjadi saat ini adalah masih adanya ketakutan
pers akan pemerintah, misalkan sulit dibayangkan pers Indonesia secara lugas
dan terbuka bisa memuat isu tuduhan korupsi/kolusi/monopoli terhadap Presiden
atau keluarganya. Pada hal di negara demokratis Presiden bukanlah jabatan suci
yang tak bisa tersentuh (orang yang hanya menyindir saja sudah di ancam
somasi).
Berdasar hal tersebut, perlu kiranya dikaji kembali
apakah hakikat Pers Pancasila yang sesuai dengan nilai-nilai dalam Pancasila?
Pertanyaan tersebut akan dijawab dengan berangkat dari hakikat manusia. Mengapa
manusia, karena pelaku pers adalah manusia dan keberadaan pers tidak lain
ditujukan untuk manusia. Notonagoro memaparkan hakikat manusia sebagai berikut:
a) Susunan Kodrat yang
terbagi menjadi :
Raga
(anorganik, vegetative, animal)
Jiwa
(akal, rasa, kehendak)
b) Sifat Kodrat
1.
Individual
2.
Sosial
c)
Kedudukan Kodrat
1.
Pribadi Mandiri
2.
Makhluk Tuhan
Pers pancasila harus meletakkan kepentingan individu
maupun masyarakat sebagai sosialitas yang lebih luas, secara seimbang an adil.
Dengan demikian pemberitaan mengenai sesuatu hal, hendaknya dilakukan secara seimbang.
Misalnya terdapat sebuah kasus mengenai seorang pejabat yang mempunyai
penerbitan surat kabar tertentu, dan menjadi angota sebuah parpol
tertentu.ketika parpol tersebut terlibat kasus money politics, maka hendaknya
kasus tersebut diberitakan secara terbuka dalam surat kabar yang dimiliki
pejabat tersebut. Nilai keadilan umum, tetap harus diutamakan dalam sebuah
pemberitaaan media massa.
Sementara itu, manusia sebagai pelaku subjek pers,
seringkali melakukan kesalahan orientasi sikap dan tindakan, ketika berhubungan
dengan manusia lain. Fenomena yang berkembang adalah sikap menuhankan manusia
lain, dengan ketaatan yang demikian besar. Misalnya ketaatan yang demikian
besar yang dimiliki seorang wartawan kepada pemilik saham ia tempat bekerja,
sehingga menghilangkan nilai-nilai kebenaran yang seharusnya disampaikan kepada
khalayak. Kemungkinan lain yaitu terdapatnya manusia yang justru memanfaatkan
manusai lain demi hal-hal yang sifatnya material. Hal tersebut juga jelas
bertentangan dengan hakiakt kodrat manusia serta hakikat hubungan manusai
dengan realitas.
Prinsip interaksi positif antara pemerintah, pers dan
masyarakat yang termuat dalam Pers pancasila yang sesungguhnya telah ada sejak
masa orde baru, namun tidak pernah dilaksanakan secara nyata dalam kehidupan
pers di Indonesia. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1.
Diterapkan mekanisme kerja yang menjalin hubungan
timbale balik antara pers, pemerintah dan masyarakat.
2.
Dinamika dikembangkan bukan dari pertentangan menurut
paham, melainkan atas paham hidup menghidupi, saling membantu dan bukan saling
mematikan.
3.
Perludikembangkan kultur politik dan mekanisme yang
memungkinkan berfungsinya sistemkontrol social dan kritik yang konstruktif
secara efektif. Namun demikian control social itu pun substansinya serta
caranya tetaptidak terlepas dari asas keselarasan dan keseimbangan serta
ketertiban untuk saling hidup menghidupi bukan saling mematikan dalam control
yang dilakukan tetap berpijak pada nilai-nilai dalam system Pers Pancasila,
termasuk bebas dan bertanggung jawab.
Mengamati dengan cermat prinsip-prinsip interaksi
positif antara pemerintah, pers dan masyarakat seperti tertuang dalam rumusan
pers pancasila tersebut, dapat dikatakan bahwa pers pancasila masih sangat
relevan untuk dikembangkan dan dijadikan tolok ukur bagi keberadaan pers di
Indonesia. Hal ini terutama jika ditilik dari landasan filosofis yang
melatarbelakangi keberadaan prinsip-prinsip tersebut.
D.
PERKEMBANGAN PERS DI INDONESIA
- Perkembangan pers di Indonesia berawal pada penerbitan surat kabar pertama, yaitu Bataviasche Novelles en Politique Raisonemnetan yang terbit 7 Agustus 1774.
- Kemudian muncul beberapa surat kabar berbahasa Melayu, antara lain Slompet Melajoe, Bintang Soerabaja (1861), dan Medan Prijaji (1907).
- Majalah tertua ialah Panji Islam (1912-an)
- Surat kabar terbitan peranakan Tionghoa pertama kali muncul adalah Li Po (1901), kemudian Sin Po (1910).
- Surat kabar pertama di Indonesia yang menyiarkan teks Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, pada tanggal 18 Agustus 1945 adalah surat kabar Soeara Asia.
- Sesudah itu, surat kabar nasional yang memuat teks proklamasi adalah surat kabar Tjahaja (Bandung), Asia Raja (Jakarta), dan Asia Baroe (Semarang).
- Corak kehidupan politik, ideologi, kebudayaan, tingkat kemajuan suatu bangsa sangat mempengaruhi sistem pers di suatu negara.
Secara umum, di seluruh dunia terdapat pola kebijakan
pemerintah terhadap pers yang otoriter dan demokratis. Diantara keduanya
terdapat variasi dan kombinasi, bergantung tingkat perkembangan masing-masing
negara. Ada yang quasi otoriter, ada yang quasi demokratis, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Setelah tersusunnya makalah ini, penulis dapat
menyimpulkan bahwa pers terjadi menjadi dua pengertian. Pertama,
pengertian pers luas. Dalam pengertian luas, pers mencakup semua media
komunikasi massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi memancarkan/
menyebarkan informasi, berita, gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau
sekelompok orang kepada orang lain. Maka dikenal adanya istilah jurnalistik
radio, jurnalistik televisi, jurnalistik pers. Kedua, dalam pengertian
sempit, pers hanya digolongkan produk-produk penerbitan yang melewati proses
percetakan, seperti surat kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah
bulanan dan sebagainya yang dikenal sebagai media cetak. Juga Pers mempunyai
dua sisi kedudukan, yaitu: pertama ia merupakan medium komunikasi yang tertua
di dunia, dan kedua, pers sebagai lembaga masyarakat atau institusi sosial
merupakan bagian integral dari masyarakat, dan bukan merupakan unsur yang asing
dan terpisah daripadanya. Dan sebagai lembaga masyarakat ia mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh lembaga- lembaga masyarakat lainnya. Kemudian Pancasila itu
sendiri Secara etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang
memiliki arti secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur, yang mana unsur
yang terkandung dalam sila-sila pancasila sampai saat ini. Pers Pancasila bias
kami artikan sebagai media komunikasi secara tertulis maupun secara elektronik
yang berasaskan pancasila.
B.
SARAN
Penulis berharap makalah ini dapat dijadikan leteratur
pengetahuan yang berguna. tidak lupa pula saran dan kritik penulis mengharapkan
itu semua untuk dijadikan bahan masukan dalam pembuatan makalah selanjutnya.